Penggunaan Pālivācana

Penggunaan Pālivācana
Umat Buddha biasa menyebut pembacaan pālivācana sebagai paritta. Sesungguhnya hal ini belum bisa dikatakan sepenuhnya benar ataupun sepenuhnya salah. Hal ini berdasarkan alasan bahwa ketika ditinjau dari makna kata, maka paritta memiliki arti perlindungan. Sedangkan yang dibaca atau dilafalkan dalam pelaksanaan puja bakti bukan hanya paritta, tetapi juga sutta, gātha, pāṭha, atau kathā yang secara kolektif disebut sebagai pālivācana.

PACITTIYA

PACITTIYA
Pacittiya memiliki nama lain, yaitu suddhika pacittiya. Peraturan ini terdiri dari 92 peraturan yang dibagi menjadi 9 kelompok. Sembilan kelompok itu adalah:
  1. kelompok ucapan tidak benar (musāvāda vagga);
  2. kelompok mengenai tumbuh-tumbuhan (bhutagama vagga);
  3. kelompok mengajar (ovāda vagga);
  4. kelompok makanan (bhojana vagga);
  5. kelompok petapa telanjang (acelaka vagga);
  6. kelompok minuman keras (surāpāna vagga);
  7. kelompok makhluk hidup (sapāna vagga);
  8. kelompok yang sesuai dengan Dhamma (sahadhammika vagga)
  9. kelompok barang berharga (ratana vagga).
Penjelasan secara terperincinya adalah sebagai berikut.

1.      Kelompok ucapan tidak benar (musāvāda vagga).
Terdiri dari 10 peraturan, yaitu seorang bhikkhu (a) berbicara bohong dengan penuh kesadaran; (b) bicara kasar; (c) memfitnah; (d) melafaklan Dhamma bersama umat awam; (e) melafalkan Dhamma bersama umat awam lebih dari 3 malam; (f) tidur satu atap dengan seorang wanita; (g) mengajarkan Dhamma lebih dari enam kalimat kepada seorang wanita tanpa dihadiri seorang laki-laki yang mengerti apa yang dikatakan; (h) mengatakan kepada umat awam tentang kemampuan batin yang dimilikinya; (i) mengatakan kepada umat awam tentang kesalahan berat yang dilakukan bhikkhu lain; dan (j) menggali tanah atau meminta orang lain untuk menggali tanah; bhikkhu yang melakukan hal-hal itu melakukan pelanggaran pacittiya.

2.      Kelompok mengenai tumbuh-tumbuhan (bhutagama vagga).
Terdiri dari 10 peraturan, yaitu seorang bhikkhu (a) menyebabkan kerusakan pada tanaman; (b) berdiam diri atau menyulitkan dengan jawaban yang berbelit-belit ketika ditanya; (c) menghina dan merendahkan orang lain; (d) mengambil tempat duduk, kasur milik saṅgha dan menempatkan di ruang terbuka dan tidak mengembalikannya; (e) mengambil peralatan tidur milik saṅgha dan meletakkannya di bilik lain kemudian tidak mengembalikannya; (f) berbaring secara sengaja di dalam bilik milik saṅgha yang sebelumnya telah didiami bhikkhu lain dengan tujuan bhikkhu lainnya itu pergi; (g) karena marah, mengusir bhikkhu lainnya pergi dari bilik milik saṅgha; (h) dengan tidak memperhatikan berat badannya, duduk atau berbaring di tempat duduk atau tempat tidur yang tidak terlalu kokoh; (i) melapisi atap bilik lebih dari tiga lapis; dan (j) mengetahui ada makhluk hidup di dalam wadah air, kemudian menuangkan air tersebut di atas tanah atau rumput; bhikkhu yang melakukan hal-hal itu melakukan pelanggaran pacittiya.

3.      Kelompok mengajar (ovāda vagga).
Terdiri dari 10 peraturan, yaitu jika seorang bhikkhu (a) mengajar bhikkhūṇi tanpa seizin saṅgha; (b) mengajar bhikkhūṇi ketika matahari telah terbenam; (c) mengunjungi tempat bhikkhūṇi dan mengajar bhikkhūṇi (kecuali jika ada bhikkhūṇi yang sakit); (d) mengatakan bahwa bhikkhu mengajar bhikkhūṇi demi keuntungan materi; (e) memberikan jubah kepada bhikkhūṇi yang bukan sanak saudaranya; (f) menjahit jubah bhikkhūṇi yang bukan sanak saudanya; (g) mengajak seorang bhikkhūṇi berjalan bersama meskipun melewati desa (kecuali jalan yang dilalui banyak bahaya); (h) mengajak bhikkhūṇi naik perahudengannya melewati hulu atau hilir sungai (kecuali kalau hanya menyeberang ke tepi lain dari sungai yang sama); (i) makan dari makanan yang diperoleh bhikkhūṇi dari umat awam; (j) duduk di suatu tempat yang sama dengan bhikkhūṇi tanpa ada orang lain; bhikkhu yang melakukan hal-hal itu melakukan pelanggaran pacittiya.

4.      Kelompok makanan (bhojana vagga);
Terdiri dari 10 peraturan, yaitu ketika seorang bhikkhu (a) makan lebih dari satu kali di tempat umum yang menyediakan makanan khusus bagi orang yang sakit; (b) makan dalam kelompok (empat atau lebih di antara keluarga); (c) menerima undangan makan tetapi kemudian tidak menghadirinya; (d) menerima dana makanan berupa kue lebih dari dari tiga mangkok; (e) telah menyatakan selesai makan kemudian makan makanan bhikkhu lainnya; (f) mengundang bhikkhu lain yang telah selesai makan untuk makan makanan yang belum dimakan dengan niat mencari kesalahan bhikkhu lain tersebut; (g) makan di luar jangka waktu yang telah ditentukan; (h) makan makanan yang diberikan pada hari sebelumnya; (i) tidak dalam keadaan sakit meminta makanan berupa  nasi, mentega, minyak, madu, air gula, tebu, ikan, daging, susu sapi, kepada umat awam dan kemudian memakannya; (j) makan makanan yang tidak diserahkan langsung ketangannya/kepada bhikkhu lain, kecuali air murni dan tusuk gigi; bhikkhu yang melakukan hal-hal itu melakukan pelanggaran pacittiya.

5.      Kelompok petapa telanjang (acelaka vagga).
Terdiri dari 10 peraturan, yaitu ketika bhikkhu (a) dengan tangannya sendiri memberikan makanan kepada petapa telanjang; (b) mengajak bhikkhu lain pindapata kemudian berkeinginan melakukan hal yang tidak pantas lalu mengusir bhikkhu lain tersebut; (c) duduk bersama dengan keluarga yang sedang makan; (d) duduk bersama dengan wanita di tempat tertutup; (e) duduk dengan seorang wanita secara pribadi; (f) mendapat undangan makan dan pergi tanpa memberi tahu kepada bhikkhu lain yang ada di vihāra tempatnya tinggal; (g) menerima salah satu dari empat kebutuhan pokok melalui pavarana lebih dari jangka waktu (empat bulan setelah pavarana dilakukan); (h) melihat tentara yang akan berperang; (i) karena keadaan terdesak, tinggal bersama tentara, namun jika tinggal lebih dari tiga hari maka melanggar pacittiya; (j) sementara tinggal bersama tentara, melihat tentara berlatih atau bertempur; bhikkhu yang melakukan hal-hal itu melakukan pelanggaran pacittiya.

6.      Kelompok minuman keras (surāpāna vagga).
Terdiri dari 10 peraturan, yaitu jika bhikkhu (a) meminum minuman keras; (b) menggelitik bhikkhu lain dengan jari; (c) berenang di air untuk bersenang-senang; (d) bersikap keras kepala; (e) menakut-nakuti bhikkhu lain; (f) tidak sedang sakit kemudian menyalakan api atau menyuruh orang lain menyalakan api untuk emnghangatkan tubuhnya; (g) tidak mandi lebih dari 15 hari; (h) tidak memberi tanda pada jubah yang diterima untuk dipakainya; (i) menggunakan jubah bhikkhu lain yang mana tidak dilepaskan hak miliknya; (j) menyembunyikan mangkok, jubah, kain duduk, jarum, dan ikat pinggang bhikkhu lain sekalipun untuk main-main; bhikkhu yang melakukan hal-hal itu melakukan pelanggaran pacittiya.

7.      Kelompok makhluk hidup (sapāna vagga).
Terdiri dari 10 peraturan, yaitu jika seorang bhikkhu (a) sengaja membunuh makhluk hidup; (b) mengetahui ada makhluk hidup di air tapi tetap menggunakan air itu; (c) membicarakan penyelesaian masalah yang selesai dibahas oleh saṅgha dengan maksud agar terjadi perundingan kembali; (d) menyembunyikan pelanggaran berat yang dilakukan oleh bhikkhu lainnya; (e) memberikan upasampada atau penahbisan kepada pemuda yang berusia kurang dari 20 tahun; (f) melakukan perjanjian untuk berjalan bersama khalifah pedagang, pencuri, atau penyelundup; (g) melakukan perjalanan dengan seorang wanita; (h) mengatakan kata-kata yang bertentangan dengan khotbah Buddha dan seteah diperingatkan tiga kali, ia tetap demikian; (i) bergaul dengan bhikkhu lain yang sedang menjalani proses pengasingan untuk menebus kesalahan; (j) bergaul dengan sāmaṇera yang telah diusir; bhikkhu yang melakukan hal-hal itu melakukan pelanggaran pacittiya.

8.      Kelompok yang sesuai dengan Dhamma (sahadhammika vagga).
Terdiri dari 12 peraturan, yaitu jika seorang bhikkhu (a) telah ditegur karena tidak menaati peraturan sampai bertanya kepada bhikkhu lain yang ahli vinaya tetap tidak berubah sikapnya; (b) mengatakan tidak ada gunanya mengulang pāṭimokkha; (c) berpura-pura baru mengetahui ada peraturan jenis tertentu di pāṭimokkha padahal dia sudah tahu, dan setelah diperingatkan sampai tiga kali tetap berpura-pura demikian; (d) dengan marah memukul bhikkhu lain; (e) dengan marah, mengangkat tangan seolah-olah hendak memukul bhikkhu lain; (f) menuduh bhikkhu lain melakukan saṅghadisesa; (g) sengaja menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan bhikkhu lain; (h) secara diam-diam mendengarkan pertengkaran bhikkhu lain; (i) memberi persetujuan penuh tentang pengumuman resmi saṅgha kemudian berbalik mengkritik pengumuman itu; (j) meninggalkan musyawarah saṅgha secara diam-diam; (k) bersama-sama dengan bhikkhu lain untuk memberi jubah kepada salah seorang bhikkhu tapi kemudian setelah diberikan, bhikkhu tersebut mencela bhikkhu-bhikkhu lainnya dengan mengatakan, “Mereka memberikan jubah karena memiliki tujuan tertentu.”; (l) sengaja mengatur pemberian yang harusnya diberikan kepada saṅgha menjadi diberikan kepada seseorang; bhikkhu yang melakukan hal-hal itu melakukan pelanggaran pacittiya.

9.      Kelompok barang berharga (ratana vagga).
Terdiri dari 10 peraturan, yaitu jika seorang bhikkhu (a) tanpa izin, memasuki ruangan di mana seorang raja sedang berdiam dengan ratu; (b) mengambil atau menyuruh seseorang untuk mengambil barang berharga yang tercecer di tanah; (c) pergi di waktu yang tidak tepat meninggalkan vihāra tanpa pemberitahuan kepada bhikkhu lainnya; (d) membuat sendiri atau menyuruh orang lain untuk membuat kotak jarum dari gading; (e) menggunakan tempat duduk atau tempat tidur yang tingginya melebihi ketentuan yang diberikan; (f) memakai tempat duduk atau tempat tidur yang diisi dengan kapuk; (g) membuat dan memakai kain duduk yang melebihi ukuran yang ditentukan; (h) membuat dan memakai kain penutup luka melebihi ukuran yang diperbolehkan; (i) membuat dan emmakai kain mandi untuk musim hujan melebihi ukuran yang diperbolehkan; (j) membuat jubah melebihi ukuran yang diperbolehkan; bhikkhu yang melakukan hal-hal itu melakukan pelanggaran pacittiya.

Keterangan
92 peraturan pacittiya tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan akibat pelanggarannya, yaitu:
  1. Perbuatan yang menyebabkan seseorang menjadi orang jahat/dikenal sebagai orang jahat, misalnya berbohong, berkata kasar, minum minuman keras, menuduh tanpa alasan lain seorang bhikkhu melakukan saṅghadisesa.
  2. Perbuatan yang menyebabkan seseorang dikenal sebagai orang yang kejam, yaitu kasar, memukul, membunuh binatang.
  3. Perbuatan yang menimbulkan reputasi buruk, misalnya menceritakan kesalahan berat bhikkhu lain, duduk dengan wanita di tempat tertutup, mengambil barang berharga yang tercecer.
  4. Perbuatan yang menunjukkan kenakalan, yaitu menggelitik bhikkhu lain, berenang untuk senang-senang, menakut-nakuti bhikkhu lain.
  5. Perbuatan yang menunjukkan perilaku buruk, yaitu menerima undangan makan tapi kemudian tidak menghadirinya, duduk bersama dengan keluarga yang sedang makan.
  6. Perbuatan yang menunjukkan kecerobohan, misalnya tidak mengembalikan peralatan milik saṅgha di tempatnya, menuang air yang berisi makhluk hidup di atas tanah atau rumput.
  7. Perbuatan yang merusak tradisi bhikkhu yang baik, misalnya tidur bersama umat awam, menggali tanah, memotong tanaman, makan di luar waktu yang diperkenankan.

Bhikkhu yang melanggar peraturan ini harus mengakui kesalahannya di depan bhikkhu yang lainnya dan betekad untuk tidak mengulangi kesalahananya.

NISSAGIYA PACITTIYA

NISSAGIYA PACITTIYA
Nissagiya Pacittiya adalah peraturan latihan yang jika dilanggar menyebabkan keadaan yang baik menjadi jatuh. Peraturan latihan ini terdiri dari 30 hal yang dibagi menjadi 3 kelompok. Secara garis besar, peraturan ini dapat disusun sebagai berikut:

ANIYĀTA

ANIYĀTA

Aniyāta berarti tidak tentu atau tidak pasti. Dalam hal ini, aniyāta menunjukkan pelanggaran yang dilakukan oleh para bhikkhu ataupun bhikkhūṇi di mana pelanggaran tersebut masih belum dapat ditentukan. Ada dua macam pelanggaran aniyāta.

KEPEMIMPINAN

KEPEMIMPINAN
Suatu organisasi tentu tidak dapat dipisahkan dari sekumpulan orang yang memiliki tujuan yang sama. Sekumpulan orang tersebut melakukan aktivitas secara bersama-sama untuk mencapai tujuan organisasi. Pada saat-saat itulah seorang pemimpin dibutuhkan. Karena dengan adanya pemimpin, maka akan ada orang yang mengarahkan dan membimbing aktivitas apa saja yang harus dilakukan oleh orang-orang dalam organisasi itu untuk mencapai tujuan. Jadi, kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas-tugas. Orang yang menjalankan kepemimpinan disebut sebagai pemimpin.

ANĀPĀṬIMOKKHA


(Sumber gambar: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqvIJXkjkd8mo-MkY3jH0pfBaka8GZ2Dl8854LB_xcfF8A1hnqFN5_DaaSuCSZqdKIO-G651VIYha2k-0KleuIeAtpkaUKj7_pSSlG6nOmbRwdExlXSibxpJ2FRGCU7nRYwuE4_paBhgWD/s1600/indiravajra+blog+monks+wandering.jpg)



Anāpāṭimokkha adalah peraturan yang sifatnya lebih terperinci. Bagi para bhikkhu, peraturan ini mengacu kepada 227 peraturan. Sedangkan bagi bhikkhūṇi berjumlah 311 peraturan. Dengan demikian, peraturan bagi bhikkhūṇi lebih banyak dibandingkan peraturan bagi bhikkhu.

OVĀDAPĀṬIMOKKHA

OVĀDAPĀṬIMOKKHA
(Sumber gambar: http://www.dhammathai.org/wb_eng/data/imagefiles/24.jpg)

Ovādapāṭimokkha merupakan peraturan latihan yang sifatnya lebih umum. Ovādapāṭimokkha dibabarkan pertama kali kepada 1250 bhikkhu yang semuanya telah mencapai tingkat kesucian tertinggi (arahanta). 1250 bhikkhu tersebut semuanya memiliki enam kekuatan batin (chalabhiññā) dan ditahbiskan sendiri oleh Buddha (ehibhikkhu-upasampāda). Selain itu pertemuan Buddha dengan 1250 bhikkhu tersebut adalah tanpa adanya kesepakatan sebelumnya. Peristiwa dengan empat ciri ini, kemudian diperingati oleh umat Buddha sebagai hari Maghā Pūja.

PĀṬIMOKKHA SĪLA

PĀṬIMOKKHA SĪLA
belajajar--yuks.blogspot.com
Pembacaan pāṭimokkha oleh
para bhikkhu.
Dalam Kitab Mahāvagga, istilah pāṭimokkha berasal dari kata pamukha yang berarti terdepan dalam kualitas yang terampil, serta mukkha yang berarti awal atau masuk. Dalam hal ini, pāṭimokkha seringkali digunakan sebagai kata yang menunjukkan peraturan latihan bagi para bhikkhu dan bhikkhūṇi. Namun jika dimengerti lebih lanjut, pāṭimokkha tidak hanya sekadar kode dasar aturan pelatihan. Di dalamnya juga terdapat khotbah Buddha di mana prinsip dasar ajaran Buddha dikemukakan. Dengan demikian, pāṭimokkha memiliki pengertian sebagai seperangkat prinsip dasar untuk mempraktikkan ajaran Buddha.

Belajar Melalui Media Online? Kenapa Tidak?

Belajar Melalui Media Online? Kenapa Tidak?
Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penduduk yang paling banyak di dunia. Hal ini tentu memberikan pengaruh dalam berbagai bidang. Misalnya saja dalam bidang pendidikan, pemerintah masih sering dipusingkan bagaimana cara mengelola sistem pendidikan yang efektif dan efisien.

Filsafat Pendidikan Esensialisme

Filsafat Pendidikan Esensialisme
Esensialisme dalam pendidikan adalah gerakan yang menentang pandangan skeptisisme dan sinisme dari aliran progresivisme terhadap nilai-nilai sosial dan budaya. Menurut Esensialisme, nilai-nilai kemanusiaan terbentuk secara berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama beratus-ratus tahun, dan di dalamnya berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu. Bagi aliran esensialisme, pendidikan adalah pemeliharaan kebudayaan “education as cultural conservation.”

Filsafat Pendidikan Progresivisme

Filsafat Pendidikan Progresivisme
Progresivisme adalah aliran filsafat yang didasari oleh pengetahuan dan kepercaan bahwa manusia memiliki kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi masalah yang ada pada dirinya. Oleh karena itu, aliran ini berusaha mengembangkan asas progresif dalam semua realitas. Semua tantangan hidup manusia hendaknya diselesaikan secara praktis.

Filsafat Pendidikan Eksistensialisme

Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Filsafat eksistensialisme adalah filsafat yang membahas tentang eksistensial dan pengalaman manusia dengan metodologi dan fenomenologi atau cara manusia berada. Eksistensialisme memandang bahwa seseorang bertanggung jawab atas kemauannya. Kebenaran diakui sebagai hal yang bersifat relatif. Dengan demikian, masing-masing individu memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan.