Perlu
kiranya umat Buddha memperhatikan penggunaan bahasa Pāli. Oleh karena itu,
berikut ini diberikan penjelasan mengenai pembacaan aksara Pāli.
1)
Lambang Aksara dan Pelafalannya
Di Indonesia, lambang dan pelafalan
aksara bahasa Pāli memiliki sedikit perbedaan dengan aksara bahasa Indonesia.
a)
Aksara Hidup atau Vokal
Aksara hidup atau vokal dalam bahasa
Pāli terdiri dari 8 huruf, yang menurut panjang pendeknya dibedakan menjadi
dua, yaitu vokal pendek dan vokal panjang. Kedelapan
vokal Pāli tersebut, yaitu (1) vokal pendekà a, i, u; dan (2) vokal panjangà ā, ī, ū, e, o. Khusus vokal e dan o jika diikuti oleh
konsonan, maka dilafalkan pendek.
b)
Aksara Mati atau Konsonan
Aksara mati dalam bahasa Pāli berjumlah 33 buah, yang dapat
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu vagga
dan avagga.
Vagga
K vagga :
k, kh, g, gh, ṅ
C vagga :
c, ch, j, jh, ñ
Ṭ vagga :
ṭ, ṭh, ḍ, ḍh, ṇ
T vagga :
t, th, d, dh, n
P vagga :
p, ph, b, bh, m
Avagga : y, r,
l, v, s, h, ḷ, ṁ
Penjelasan
·
Konsonan: kh, gh, ch, jh, ṭh, ḍh, th, dh, ph, dan bh, adalah satu konsonan tunggal, bukan
dua konsonan seperti yang terdapat dalam aksara Indonesia. Pelafalannya dibuat
lebih kasar daripada konsonan yang sama tanpa diikuti h.
·
Konsonan yang bertanda
titik bawah, yakni: ṭ, ṭh, ḍ, ḍh, ṇ, dan
ḷ ber-artikulasi daerah depan lidah
(daerah antara tengah dan ujung lidah.
·
Konsonan t, th, d, dh, dan n kelimanya ber artikulasi di ujung lidah. Pelafalannya dengan
menyentuhkan ujung lidah ke daerah gigi depan.
·
Aksara ṅ dan ṁ, terlafalkan ng dan ṅg
terlafalkan ngg. Contoh: saṅkhārā
dibaca sang-khā-rā; sukhaṁ dibaca
su-khang; aṅgutara dibaca:
ang-gut-ta-ra.
·
Aksara ñ terlafaklan ny, dan ññ terlafalkan nny. Contoh: ñāṇa dibaca nyā-ṇa, paññā dibaca pan-nyā.
·
Konsonan h yang terletak setelah konsonan lain
dilafaklan bersamaan dengan konsonan tersebut. Contoh: mayhaṁ dibaca may-(y)haṁ, tumhaṁ
dibaca tum-(m)haṁ.
·
Konsonan v dilafalkan w, bukan f.
·
Pada satu suku kata
yang berkonsonan akhir, aksara akhir tetap harus dilafalkan. Contoh: buddhaṁ dibaca bud-dhang, bukan bu-dhang
atau bū-dhang.
2)
Kata Penggalan
Kata Pāli yang terlalu panjang terasa sulit dibaca.
Pemenggalan kata gabungan diusahakan tetap dapat menjaga keutuhan kata yang
terpenggal. Contoh mālāgandhavilepanadhāraṇamaṇḍanavibhūsanaṭṭhānā
terdiri dari: mālā, gandha, vilepana,
dhāraṇa, maṇḍana, vibhūsana, dan ṭhānā.
Pemenggalannya menjadi: mālā-gandha-vilepana-dhāraṇa-maṇḍana-vibhūsanaṭ-ṭhānā.
Dalam kata gabungan yang kata belakangnya berawalkan vokal,
pemenggalannya dilakukan dengan meletakkan tanda penggal pada suku kata pertama
kata belakang itu. Contoh:
Kata gabungan :
maṅgalamuttamaṁ
Asal kata :
maṅgalaṁ dan uttamaṁ
Terpenggal :
maṅgalamut-tamaṁ
*Ketentuan ini tidak berlaku pada kasus pemenggalan kata
diujung baris.
3)
Pembacaan Syair
Pembacaan wacana dalam bentuk syair dilakukan dengan
mengikuti perbaris hingga kata yang ada di masing-masing baris terbaca habis
lalu dilanjutkan ke baris berikutnya. Contoh:
Bahū devā
manussā ca Maṅgalāni acintayuṁ
Ākaṅkhamānā
sotthānaṁ Brūhi maṅgalamuttamaṁ
Setelah ‘Bahū devā
manussā ca’ dibaca, pembacaan diteruskan ke baris yang sama, yakni ‘Maṅgalāni acintayuṁ’.
4)
Alun Bahasa Pāli
Bahasa Pāli bukanlah bahasa beralun atau bahasa yang
kata-katanya ditentukan oleh tinggi rendahnya intonasi. Sehingga, pengucapan
wacana Pāli dilakukan dengan mendatar saja. Alih-alih sebagai bahasa bernada,
bahasa Pāli lebih bersifat sebagai bahasa bertekanan atau bahasa yang tiap suku
katanya memiliki tekanan berat ringan. Tekanan berat (garu) ditandai dengan vokal panjang atau dengan konsonan akhir.
Sedangkan tekanan ringan (lahu)
ditandai dengan vokal pendek (tanpa ada konsonan akhir).
Dalam membaca, tekanan berat ditandai dengan seolah berhenti
sejenak, tekanan ringan ditandai dengan kesegeraan menuju ke suku kata
berikutnya. Hal ini kecuali tekanan ringan yang berada di akhir baris atau
tempat-tempat yang dirasa perlu untuk berhenti sejenak. Bagaimanapun, melagukan
wacana Pāli adalah suatu hal yang diperkenankan sepanjang tindakan itu tidak
menyalahi tata baca dan tata tekanan.
5)
Penambahan Kata dalam Suatu Syair
Syair-syair dalam bahasa Pāli digubah dengan harus mengikuti
kaidah penggubahan syair (chandalakkhaṇa).
Tiap-tiap bentuk syair memiliki aturan dan namanya sendiri, yang di dalamnya
mengatur jumlah suku kata dalam satu baris syair, berat dan ringannya tiap-tiap
suku kata yang tersusun dan sebagainya. Sehingga, tindakan mengubah atau
menambahkan kata, apalagi kata yang bukan istilah Pāli, ke dalam suatu syair
bahasa Pāli-tanpa mengetahui kaidah penggubahan syair Pāli-akan merusak
ketentuan pengubahan syair tersebut.
Pengubahan atau penambahan kata ke dalm syair Pāli yang
terjadi di sini biasa terjadi dalam pembacaan Ettāvatātiādipattidāna. Misalnya dengan membubuhkan kata
‘Indonesia’, ‘para dermawan’, nama vihāra,
nama organisasi, dan sebagainya.
6)
Perbedaan Penggunaan Kata Bhaṇāma dan Karoma
Kata bhaṇāma yang
berarti ‘mengucapkan’ digunakan pada kata-kata yang diikuti dengan kata –sutta, -suttanta, -gāthā, -gāthāyo,
-paritta, -pāṭha, atau –kathā dibelakangnya.
Sedangkan, kata karoma yang berarti
‘melakukan’ digunakan pada kata-kata yang diikuti dengan kata selain di atas,
misalnya anussati.
bahasa Pali memang sangat perlu dipelajari
ReplyDelete