Penulis: Rakay Sutamayapanna
Perkembangan filsafat rasionalisme sangat pesat. Para pengikut aliran rasionalisme sangat mengagungkan peranan rasio atau akal sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Dengan demikian, mereka menganggap segala hal yang berada di luar rasio, seperti hasil-hasil perasaan misalnya, bukanlah sebuah kebenaran.
Namun,
pemikiran aliran rasionalisme tersebut kemudian mendapat banyak tentangan dari
pemikir-pemikir selanjutnya. Beberapa orang kemudian menciptakan aliran sendiri
yang dinamakan aliran empirisme. Aliran ini meyakini bahwa pengalaman adalah
yang menentukan munculnya ilmu pengetahuan. Mereka menolak bahwa rasio adalah
satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Dengan demikian, aliran ini adalah lawan
dari aliran rasionalisme. Selanjutnya, dalam makalah ini akan dibahas mengenai
aliran empirisme.
Pengertian Empirisme
Empirisme
berasal dari kata bahasa Yunani, yaitu empiri,
yang berarti pengalaman (Shadily. 2012: 307). Dalam aliran filsafat, aliran ini
mengajarkan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman, yaitu pengertian
yang diperoleh melalui panca indera. Empirisme tidak mengakui adanya potensi
intrinsik dalam diri manusia.
Huijbers
(2010: 31) menyatakan bahwa empirisme menekankan perlunya basis empiris bagi
semua pengertian. Lebih lanjut, Wiramihardja (2009: 74) menyatakan bahwa
pemikir empiris berpendapat bahwa dasar pengetahuan itu adalah sensasi yang
berasal dari rangsangan-rangsangan yang berdasar pada pengalaman. Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa empirisme adalah aliran filsafat yang
memiliki pandangan bahwa ilmu pengetahuan atau kebenaran adalah hal-hal yang
diterima oleh panca indera yang disebut sebagai pengalaman indera.
Konsep Pemikiran Para Tokoh Empirisme
Menurut
Suseno (2007: 123) Empirisme dirintis oleh Francis Bacon (1561-1626) yang untuk
pertama kalinya mengatakan pengalaman adalah sumber kebenaran yang paling
terpercaya. Sedangkan Wiramihardja (2009: 74) menyebutkan beberapa nama penting
dalam aliran empirisme, yaitu John Locke, Berkeley, dan Hume. Secara garis
besar, tokoh-tokoh tersebut berpendapat bahwa ilmu pengetahuan haruslah
berkembang. Mereka mengatakan bahwa yang dituntut oleh ilmu pengetahuan
bukanlah apriori melainkan aposteriori.
A. Konsep Pemikiran John Locke (1632-1704)
Suseno
(2007: 123) mengatakan bahwa John Locke membangun dasar filsafat pengetahuannya
atas dasar pengandaian segala pengetahuan manusia berasal dari pengalaman
inderawi serta refleksi batin di atasnya. Lebih lanjut, Yuana (2010: 168)
memberikan gambaran teori John Locke yang terkenal, bahwa bayi yang baru lahir
diibaratkan seperti kertas kosong.
Teori John Locke biasa disebut sebagai
tabula rasa. Dengan teori tabula rasa tersebut, Locke terkenal sebagai
penggerak epistemologi empiris. John Locke menyatakan bahwa seorang anak tidak
memiliki kemampuan awal, dan pengetahuan yang ia miliki adalah tergantung dari
faktor-faktor luar yang mengisi pengetahuan anak itu sendiri.
Selain
teori tabula rasa, Locke juga memberikan argumen mengenai dua jenis sifat,
yaitu sifat primer dan sifat sekunder. Turnbull (2009: 111) merangkum dua sifat
yang diajukan oleh Locke. Sifat primer adalah sifat objektif yang melekat pada
suatu benda, sehingga merupakan sumber pengetahuan ilmiah mengenai benda itu.
Misalnya saja bentuk, ukuran, dan komposisi dari benda itu sendiri. Sedangkan
sifat sekunder hanyalah penampakan subjektif, yaitu sifat yang dimiliki benda
karena ada individu yang mempersepsikannya. Misalnya saja warna, bau, dan
keindahan dari suatu benda.
B.
Konsep Pemikiran Berkeley (1685-1753)
Gallagher
(2005: 63) mengatakan bahwa Berkeley adalah seorang uskup dari Gereja Anglikan.
Ia sendiri tidak keberatan dengan pandangan Locke yang menyatakan apa yang
langsung kita ketahui adalah ide-ide. Namun ia menolak pendapat Locke yang
mengelompokkan dua macam sifat dari benda. Ia menolak pembagian ide-ide ke
dalam sifat primer maupun sekunder. Menurutnya, tidak mungkin seseorang menentukan
sifat asli benda tanpa adanya persepsi individu yang mengawalinya. Oleh karena
itu, Berkeley menganggap bahwa pendapat Locke adalah khayal belaka, karena
mencoba melakukan hal yang tidak mungkin dilakukan.
Lebih
lanjut, Berkeley menyatakan bahwa eksistensi tidak akan dapat diketahui tanpa
adanya ide-ide. Karena apa yang kita ketahui adalah berasal dari pengalaman.
Sebuah pernyataan yang dibuat, akan memiliki arti bagi seseorang hanya ketika
pernyataan itu diterapkan dalam pengalaman aktual. Dengan demikian, ia
memberikan pernyataan “esse est percipi”
yang berarti satu-satunya arti bagi “ada” adalah “yang ditangkap oleh
persepsi”. Dengan demikian eksistensi diterjemahkan sebagai aku ada, dan objek
dari pengalaman kesadaranku juga ada, hanya inilah yang bisa dimaksudkan dengan
eksistensi.
C.
Konsep Pemikiran David Hume (1711-1776)
Suseno
(2007: 46) mengatakan bahwa Empirisme mencapai puncak kejayaannya dalam
filsafat yang diutarakan oleh David Hume. Hume adalah seorang filsuf yang
memiliki sikap skeptis dalam pemikirannya. Skeptisisme mendasar dalam pemikiran
Hume adalah menentang tiga aliran yang saat itu berkembang, yaitu ajaran
rasionalisme, ajaran agama, dan bahkan menentang empirisme itu sendiri yang
masih percaya pada substansi. Lebih lanjut, Suseno menjelaskan bahwa Hume
membuka jalan bagi perkembangan bentuk-bentuk filsafat anti metafisika modern.
Dengan demikian, Hume dianggap sebagai pemikir positivis pertama karena ia
menyangkal segala yang hal yang melebihi faktisitas murni. (Suseno. 2007: 46).
Teori
Hume tentang pengalaman dimulai dengan ide bahwa semua isi pengalaman sadar
kita dapat dipecah menjadi dua kategori, yaitu kesan dan ide. Kesan menunjuk
kepada semua persepsi yang lebih hidup ketika mendengar, melihat, merasa,
mencinta, membenci, menginginkan atau menghendaki. Kesan berbeda dari ide. Ide
adalah gambar yang didasarkan pada memori kesan atau pikiran tentang kesan,
seringkali melibatkan imajinasi. Meskipun demikian, semua ide dasarnya berasal dari
kesan. Untuk mengetahui apakah sesuatu yang disangka sebagai pengetahuan adalah
benar-benar pengetahuan, seseorang harus mengurai ide yang kompleks menjadi
ide-ide yang sederhana. Kemudian, ia harus menemukan kesan yang merupakan basis
dari ide tersebut.
Selain
itu, Hume juga memberikan pendapat mengenai hubungan sebab dan akibat karena
semua pertimbangan yang berkenaan dengan masalah fakta tampak didasarkan pada
relasi sebab dan akibat. Sebab akibat hanyalah hubungan yang saling berurutan
saja, misalnya api yang membuat air yang dipanaskan menjadi mendidih. Dengan
demikian, Hume menegaskan bahwa pengalaman lebih memberikan keyakinan
dibandingkan dengan kesimpulan logika atau kepastian sebab akibat.
Pengaruh Konsep Empirisme terhadap Dunia Pendidikan
Dalam
dunia pendidikan, empirisme memberikan pengaruh yang cukup banyak. Pernyataan
John Locke mengenai teori tabula rasa, sangat mempengaruhi gaya belajar
mengajar pada zaman itu. Dalam dunia pendidikan, tabula rasa yang dikemukakan
oleh John Locke memicu munculnya cara mengajar dengan menggunakan paradigma
absolutisme. Menurut paradigma tersebut, guru dipandang sebagai seseorang yang
bertanggung jawab penuh untuk memberikan pengetahuan kepada siswa melalui
pengalaman-pengalaman yang akan penjadi ilmu pengetahuan siswa tersebut.
Demikian
juga dengan teori pengenalan Berkeley yang menyatakan bahwa pengamatan itu
tidak hanya terjadi karena adanya hubungan anatara pengamat dan yang diamati.
Pengamatan lebih mengacu pada hubungan antara pengamatan indera yang satu
dengan pengamatan indera yang lain. Hal ini diadopsi juga oleh dunia pendidikan
yang melibatkan seluhur panca indera dalam mempelajari ilmu pengetahuan.
Teori
Hume yang benar-benar meruntuhkan teori rasionalisme, juga mendorong dunia
pendidikan lebih maju. Dunia pendidikan menyadari bahwa untuk mendapat pengetahuan,
dibutuhkan pengalaman. Dengan demikian, untuk membuktikan kebenaran akan
pengetahuan itu, memerlukan penelitian di lapangan, observasi, percobaan yang
mana dengan cara-cara seperti itu melibatkan semua kontak alat indera dan
menghasilkan pengalaman yang bermakna.
Simpulan
Dalam
perkembangannya, aliran rasionalisme mendapatkan banyak sanggahan. Beberapa
pemikir yang menyanggah pemikiran rasionalisme yang mengagunggkan rasio sebagai
satu-satunya sumber pengetahuan, menamakan aliran filsafatnya sebagai
empirisme. Empirisme adalah lawan langsung dari rasionalisme karena mendasarkan
pengetahuan adalah hasil dari pengalaman-pengalaman yang diterima melalui
proses kontak antara alat inderawi.
Empirisme
yang berkembang, juga mempengaruhi perkembangan dunia pendidikan. Saat itu,
teori Locke sangat berpengaruh sehingga memunculkan paradigma absolutisme dalam
dunia pendidikan. Demikian pula dengan pendapat Berkeley dan hume yang membuat
pendidikan lebih hidup dengan ditemukannya berbagai macam metode belajar yang
mempergunakan berbagai pengalaman alat indera.
Daftar
Pustaka
0 Response to "KONSEP PEMIKIRAN ZAMAN EMPIRISME"
Post a Comment