MENILIK PERSIAPAN UJIAN NASIONAL SMA/SMK TAHUN 2015

Ujian Nasional yang akan diselenggarakan pada 13-15 April 2015 untuk jenjang SMA/SMK, memang bukan lagi menjadi penentu kelulusan siswa. Namun demikian, pendistribusian naskah soal ujian nasional masih mendapatkan pengawalan ketat dari pihak kepolisian.

Tidak ada penempatan personel polisi di lokasi ujian nasional kali ini. Personel polisi akan digantikan dengan anggota babinkamtibmas yang mengenakan pakaian sipil. Tugasnya adalah untuk memantau keamanan dan mencegah terjadinya kemungkinan kebocoran soal ujian. Hal ini dirasa juga akan membantu siswa agar merasa lebih nyaman dan rileks ketika mengerjakan soal ujian.

MENILIK PERSIAPAN UJIAN NASIONAL SMA/SMK TAHUN 2015
Banyak hal yang harus disiapkan untuk menghadapi ujian nasional.

Indikator keberhasilan pemerintah daerah dalam bidang pendidikan tetap akan dinilai dari pelaksanaan ujian nasional ini. Oleh karena itu, pemerintah daerah tetap berusaha untuk menjaga agar pelaksanaan ujian nasional tetap kondusif. Di lain pihak, dengan tidak digunakannya ujian nasional (UN) sebagai penentu kelulusan, hendaknya siswa dan orang tua tidak meremehkan ujian nasional yang berlangsung tahun ini. para siswa khususnya, harus tetap serius dan berusaha sebaik mungkin untuk dapat melaksanakan ujian nasional. Karena sertifikat ujian nasional tetap akan digunakan sebagai salah satu variabel untuk kelanjutan studi.

Pihak sekolah juga hendaknya tetap memiliki integritas yang tinggi dalam pelaksanaan ujian nasional kali ini. Menteri Pendidikan RI, Anies Baswedan mengingatkan pihak sekolah untuk tidak melakukan transaksi yang aneh-aneh berkenaan dengan pelaksanaa unjian nasional tersebut. Karena indeks integritas sekolah juga akan dilaporkan ke perguruan tinggi. Sehingga sekolah yang melakukan kecurangan-kecuarangan, justru akan merugikan siswanya sendiri.

DUBES AMERIKA JANJIKAN PERMUDAH PELAJAR INDONESIA YANG INGIN KULIAH DI AMERIKA SERIKAT, BAGAIMANA SIKAP KITA?

Menempuh pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi adalah keinginan mayoritas para siswa. Tidak terkecuali siswa yang ada di Indonesia. Apalagi pada tanggal 13 April 2015 akan dilaksanakan Ujian Nasional bagi siswa SMA. Meskipun Ujian Nasional tidak lagi menjadi satu-satunya syarat yang menentukan kelulusan siswa, namun Ujian Nasional juga menjadi momentum bagi para siswa untuk mengukur sejauh mana kompetensi mereka dalam ranah "kognitif".

Baru-baru ini, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Robert O Blake, seperti dilansir surat kabar KOMPAS, mengajak pelajar Indonesia agar dapat melanjutkan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi di Amerika. Bahkan ia menjanjikan kepada pelajar Indonesia, pihaknya akan memberikan kemudahan-kemudahan dalam pengurusan syarat-syarat yang dibutuhkan untuk belajar di AS. Adapun syarat-syarat yang mendapat kemudahan antara lain dalam hal pengurusan visa, layanan informasi, dan juga beasiswa.

DUBES AMERIKA JANJIKAN PERMUDAH PELAJAR INDONESIA YANG INGIN KULIAH DI AMERIKA SERIKAT, BAGAIMANA SIKAP KITA?
Kondisi Pendidikan yang ada di Indonesia.

Hal tersebut tentu harus disikapi dengan bijak oleh para siswa maupun oleh pemerintah. Di satu sisi, tawaran tersebut memberikan peluang bagi generasi muda bangsa Indonesia untuk dapat memperkaya dan meningkatkan potensi dirinya. Di lain pihak, jika para siswa dan pemerintah tidak menyikapi dengan seksama, bukan tidak mungkin generasi muda Indonesia akan "enggan" untuk kembali ke negara asalnya.

Secara umum telah dapat kita ketahui bahwa kondisi pendidikan di Amerika memiliki fasilitas yang jauh lebih lengkap. Hal itu akan membawa keuntungan tersendiri bagi siswa yang dapat belajar di sana. Namun, hendaknya generasi muda Indonesia yang berkesempatan untuk "mencicipi" perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan di Amerika, juga dapat mengadopsi dan menginovasi perkembangan IPTEK tersebut yang kemudian "ditularkan" kepada generasi muda Indonesia yang tidak berkesempatan mengenyam pendidikan di luar negeri.

Kita semua pasti berharap kepada generasi muda bangsa Indonesia untuk dapat mengenyam pendidikan yang setinggi-tingginya, dimanapun mereka menempuh pendidikan (dalam atau luar negeri). Namun hendaknya, setelah menempuh proses pendidikan itu, mereka tetap dapat bermanfaat bagi lingkungan sekitar dan masyarakat Indonesia. Selain itu, yang terpenting adalah jangan sampai rasa nasionalisme dan ideologi Pancasila menjadi terkikis akibat pengaruh budaya luar negeri.

Problematika Guru Honorer di Sekolah Dasar (SD)

Ketersediaan guru pada jenjang sekolah dasar (SD) masih dirasa mengalami persoalan yang tidak kunjung usai. Saat ini, lebih dari 30% guru yang mengajar di jenjang sekolah dasar masih berstatus sebagai guru honorer yang diangkat langsung oleh kepala sekolah yang bersangkutan. Mayoritas dari mereka belum memenuhi standar dalam pengangkatan guru.

Dari total 1,6 juta guru sekolah dasar, sekitar sepertiganya atau sekitar 512.000 guru, meruapakan guru honorer. Padahal sejak 2015, pemerintah pusat telah melarang pemerintah daerah untuk mengangkat guru honorer yang dibiayai anggaran daerah.

Lambang Sekolah Dasar
Lambang Sekolah Dasar

Di lain pihak, permasalahan kurangnya jumlah guru juga menjadi problematika yang belum terselesaikan. Terutama di daerah terpencil atau pedesaan. Jumlah guru dirasakan masih sangat minim. Hal ini tentu berbeda jauh dengan jumlah guru di daerah perkotaan.

Oleh karena itu, pengangkatan guru honorer di daerah pedesaan menjadi satu langkah yang sering kali ditempuh untuk menutup kekurangan jumlah guru di pedesaan. Mereka biasanya mendapatkan gaji dari dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), yang pada umumnya berkisar antara Rp 200.000,- sampai dengan Rp 250.000,- per bulannya. Gaji tersebut memang sangat kurang untuk dapat menciptakan kesejahteraan guru honorer yang bersangkutan.

Problematika ini, hendaknya dapat segera diselesaikan oleh semua pihak, baik pemerintah pusat dan daerah, maupun masyarakat. Karena dunia pendidikan di Indonesia adalah ujung tombak bagi kesejahteraan masyarakatnya di masa mendatang. Jika dunia pendidikan yang masih mengalami banyak polemik ini dibiarkan, maka kesejahteraan bangsa ini akan menjadi taruhannya.

Selain itu, secara pribadi, seorang guru, baik yang telah menjadi guru sepenuhnya ataupun honorer sekalipun, tetap perlu meningkatkan potensinya dan memiliki jiwa pendidik yang berkualitas. Semoga permasalahan ini dapat segera terselesaikan dengan baik dan dunia pendidikan Indonesia semakin maju.