HAKIKAT IPA

HAKIKAT IPA
Pengertian IPA
IPA adalah singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam. IPA juga dikenal dengan kata sains. Darmojo (dalam Samatowa, 2011: 2) menyatakan bahwa secara singkat IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya.

Dalam bahasa Inggris, IPA disebut sebagai natural science. Adapun materi yang dipelajari dalam IPA lebih dapat berupa physical sciences dan life sciences. Physical sciences adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan keadaan fisik alam semesta, misalnya saja ilmu fisika, astronomi, dan geologi. Sedangkan life sciences adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan makhluk hidup yang berdiam di alam, misalnya biologi, anatomi, dan zoologi.

Adapun hal-hal yang dibahas dalam IPA selalu mengacu pada gejala-gejala alam yang terjadi. Gejala-gejala alam tersebut kemudian diamati dan dianalisis berdasarkan hasil percobaan dan observasi. Dengan demikian, IPA adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. IPA didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan. Oleh karena itu, IPA selalu melibatkan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah.

Ada dua metode yang melibatkan IPA. Yang pertama adalah IPA sebagai metode khusus dan IPA sebagai metode ilmiah. IPA sebagai metode khusus adalah teori yang berasal dari pengamatan atau perhitungan yang dilakukan oleh para ilmuan. Teori tersebut tidak akan bertahan jika tidak sesuai dengan hasil observasi dan eksperimen. Dengan demikian, teori yang berasal dari metode khusus tidak dapat berdiri sendiri. Teori harus selalu didasari hasil pengamatan.

IPA sebagai metode ilmiah adalah IPA yang didapat berdasarkan prosedur ilmiah. Prosedur ilmiah harus memenuhi beberapa syarat, yaitu (1) metode tersebut dapat dibuktikan oleh orang lain dengan memberikan hasil yang sama atau relatif sama, (2) metode tersebut disusun secara sistematis, dan (3) hasil penerapan metode tersebut berlaku secara umum. Adapun metode ilmiah IPA tersebut meliputi kegiatan eksperimen, demonstrasi, dan observasi.

Kedudukan IPA
IPA memiliki kedudukan dalam empat bidang, yaitu IPA sebagai produk, IPA sebagai proses, IPA sebagai aplikasi, dan IPA sebagai sikap. Yang dimaksud IPA sebagai produk adalah semua teori, hukum, ataupun hasil-hasil eksperimen berupa teknologi tertentu yang dihasilkan dari IPA. Sedangkan IPA sebagai proses adalah prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah. Hal itu mencakup pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan, pengujian hipotesis, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.

IPA sebagai aplikasi adalah penerapan metode ilmiah tersebut di atas dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, sikap ilmiah atau metode ilmiah itu juga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Yang terakhir, IPA sebagai sikap adalah rasa ingin tahu tentang objek, fenomena alam atau makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru dan dapat dipecahkan melalui prosedur tertentu.

Perlunya Pengajaran IPA di Sekolah Dasar
IPA memiliki peranan yang penting bagi perkembangan IPTEK. Tidak dapat disangkal bahwa IPA telah memberi kontribusi yang besar bagi kemajuan teknologi. Melalui prinsip-prinsip ilmiah, IPA dapat menciptakan suatu sistem teknologi untuk membantu kehidupan manusia.

Dengan peranan yang besar dari IPA tersebut, maka IPA perlu dikenalkan sejak dini kepada peserta didik. Usia peserta didik yang cukup ideal untuk dikenalkan dengan IPA adalah pada saat di sekolah dasar. Samatowa (2011:4) menyatakan setidaknya ada empat alasan mengenai pentingnya IPA diajarkan di sekolah dasar. Empat alasan itu adalah (1) IPA memberikan manfaat bagi suatu bangsa, (2) IPA yang diajarkan dengan baik akan melatih peserta didik berpikir kritis, (3) IPA bukan pelajaran yang bersifat hafalan semata, dan (4) IPA mempunyai nilai pendidikan yang berpotensi membentuk karakter peserta didik.

IPA telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan peradaban modern. Dengan prinsip dasar IPA, semua  kemajuan teknologi dapat diciptakan untuk membantu perkembangan kesejahteraan suatu bangsa. Dengand emikian, tidak dapat disangkal lagi bahwa IPA memberikan manfaat yang besar bagi kemajuan suatu bangsa.

Pembelajaran IPA selalu melibatkan hal-hal yang bersifat ilmiah. Pada prosesnya, sering muncul pertanyaan-pertanyaan yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai pedoman penelitian tertentu. Dengan demikian, pembelajaran IPA yang baik akan dapat melatih peserta didik untuk berpikir kritis dan ilmiah, serta berusaha menyelesaikan suatu permasalahan tertentu secara ilmiah.

Pembelajaran IPA sering kali melibatkan percobaan tertentu. Peserta didik dapat melakukan pengamatan dan bereksperimen dengan petunjuk tertentu. Dengan demikian, pembelajaran IPA tidak hanya bersifat hafalan.

Melalui pembelajaran IPA, peserta didik dapat dilatih untuk bersikap ilmiah. Hal ini akan menimbulkan sifat-sifat kepemimpinan dan kepercayaan diri dalam menyampaiakn pendapat maupun pertanyaan. Dengan demikian, IPA juga mampu membentuk karakter peserta didik.

Referensi
Samatowa, Usman. 2011. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: PT.Indeks.

Sistem dan Kurikulum Pendidikan Agama Buddha

Sistem dan Kurikulum Pendidikan Agama Buddha
Menurut Simamora (2009: 6), sistem adalah kesatuan bagian-bagian yang satu sama lainnya memiliki hubungan. Dengan demikian, dalam dunia pendidikan sistem pendidikan adalah suatu hal yang menghubungkan berbagai macam unsur dalam bidang pendidikan. Sistem pendidikan sangat penting untuk memperjelas tujuan dan metode pencapaian tujuan pendidikan tersebut.
Secara umum, pendidikan dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu pendidikan formal, non formal, dan informal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang dilaksanakan dengan jenjang tertentu, memiliki syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, dan ada ujian atau tes yang menentukan lulus tidaknya seseorang dalam jenjang pendidikan yang ditempuh.

Sedangkan pendidikan non formal adalah pendidikan yang tidak selalu berjenjang dan memiliki sifat yang lebih praktis dibandingkan dengan pendidikan formal. Intensitas waktunya pun jauh lebih singkat dibandingkan dengan pendidikan formal. Contoh pendidikan non formal adalah kursus dan bimbingan belajar tertentu.

Jenis pendidikan yang terakhir adalah pendidikan informal. Pendidikan jenis ini bersifat lebih bebas, tidak bersyarat, tidak berjenjang, tidak ada materi yang secara khusus dirancang untuk dipelajari. Pendidikan seperti ini adalah pendidikan yang berlangsung di lingkungan keluarga dan bermasyarakat.

Pada masa Buddha, pendidikan berlangsung lebih secara informal. Buddha menyampaikan Dharma menyesuaikan dengan kondisi pendengar. Oleh karena itu, pembabaran ajaran oleh Buddha lebih banyak mengacu pada persoalan kehidupan sehari-hari. Dengan demikin, siswa-siswa buddha dapat langsung mempraktikkan ajaran Buddha tersebut dalam kehidupannya.

Pada masa modern seperti sekarang, kebutuhan pendidikan agama mulai berkembang. Pendidikan agama tidak hanya dijadikan sebagai tuntunan dalam membimbing spiritualitas manusia, tetapi juga tuntutan dunia akademik yang menentukan prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, sistem pendidikan agama Buddha perlu mengalami penyesuaian agar tetap selaras dengan tujuan pendidikan agama Buddha, baik secara dunawi maupun di atas duniawi.

Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan agama Buddha dalam segi duniawi, kurikulum adalah salah satu dari sekian banyak unsur yang harus dipersiapkan. Kurikulum pendidikan agama Buddha digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pendidikan agama Buddha yang dilaksanakan melalui cara formal dan non formal. Jadi, kurikulum memiliki peran yang sangat mendasar bagi keberlangsungan pendidikan agama Buddha.

Adapun aspek-aspek yang dijadikan dasar pengembangan materi dalam kurikulum pendidikan agama Buddha adalah (1) keyakinan (saddhā); (2) moralitas (sīla); (3) konsentrasi (samādhi); (4) kebijaksanaan (paññā); (5) Tipiṭaka; dan (6) sejarah. Dengan demikian pendidikan agama Buddha selalu mengacu pada aspek-aspek tersebut di atas. Perkembangan materi tentu disesuaikan dengan jenjang pendidikan peserta didik.

Metode Dalam Mempraktikkan Agama Buddha

Metode Dalam Mempraktikkan Agama Buddha
Suatu ajaran agama tidak akan memberikan manfaat yang besar jika hanya dipelajari secara teoritis. Manfaat yang lebih besar adalah jika ajaran agama benar-benar dipraktikkan. Oleh karena itu, diperlukan berbagai macam cara atau metode dalam melaksanakan ajaran agama, demikian pula dalam melaksanakan ajaran agama Buddha.

Substansi dan Tujuan Pendidikan Agama Buddha

Substansi dan Tujuan Pendidikan Agama Buddha
Tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa:

“Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” (UU. No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Bab II, Pasal 3).

Filsafat Pendidikan Agama

Filsafat Pendidikan Agama
Pendidikan adalah suatu proses pencarian pengetahuan dan pelatihan terhadap pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Pendidikan tidak hanya bersifat sementara waktu, tetapi berlangsung seumur hidup dan berkesinambungan. Oleh karena itu, pendidikan tidak akan berhenti ketika seseorang telah menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu. Justru pengaplikasian ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari itulah yang merupakan bagian pendidikan yang terpenting.

Hubungan Penilaian Kinerja Guru dalam Pengembangan Profesi Pendidik

Hubungan Penilaian Kinerja Guru dalam Pengembangan Profesi Pendidik
Tulisan ini membahas tentang pengaruh penilaian kinerja guru dalam pengembangan profesi pendidik. Terdapat dua hal yang membedakan perlunya penilaian kinerja guru. Pertama, jika tujuannya adalah untuk menguji kompetensi guru, maka penilainya adalah kepala sekolah dan pengawas. Kedua, jika tujuannya adalah untuk keperluan pengembangan profesi, penilaian dapat dilakukan oleh teman sejawat, siswa, atau dengan menggunakan penilaian diri.