IMPLIKASI FILSAFAT KONSTRUKTIVISME TERHADAP PROSES BELAJAR MENGAJAR

Konstruktivisme adalah salah satu aliran filsafat yang memiliki pengaruh besar dalam bidang kehidupan manusia. Pengaruh filsafat konstruktivisme yang memiliki dampak besar salah satunya adalah dalam bidang pendidikan dan pengetahuan. Filsafat konstruktivisme ini memandang bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi dari pengetahuan manusia.[1] Hal inilah yang kemudian menjadi pembeda aliran filsafat konstruktivisme dengan aliran-aliran filsafat yang lainnya.
IMPLIKASI FILSAFAT KONSTRUKTIVISME TERHADAP PROSES BELAJAR MENGAJAR
Konstruktivisme dalam pendidikan

Salah satu tokoh pendidikan yang menggunakan filsafat konstruktivisme adalah Jean Piaget. Salah satu sumbangsih dari tokoh pendidikan ini adalah teori konstruktivisme Piaget. Secara singkat, teori tersebut menyatakan bahwa pengetahuan yang merupakan hasil konstruksi manusia itu sendiri harus melibatkan keaktifan manusia itu sendiri. Secara ekstrim Piaget menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditranfer dari otak guru yang dianggap tahu kepada siswa, tanpa melibatkan konstruksi pengetahuan yang dilakukan oleh siswa sendiri.[2]

Bidang pendidikan merupakan sarana yang memiliki peran penting dalam pengembangan pengetahuan. Proses pengembangan pengetahuan tersebut dilakukan dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa dengan melibatkan materi ajar, sumber belajar, proses komunikasi, metode pengajaran, dan evaluasi pembelajaran. Dengan demikian, jika guru dan siswa dapat melaksanakan proses belajar mengajar yang baik, maka pengetahuan dapat diharapkan berkembang secara optimal.

Perkembangan konstruktivisme dalam bidang pendidikan tentu memberikan berbagai macam implikasi dalam proses belajar mengajar. Pengaruh-pengaruh tersebut terjadi baik dalam pengertian proses belajar mengajar, penyusunan bahan materi ajar, proses komunikasi dalam pengajaran, metode pengajaran, dan proses evaluasi pembelajaran. Secara umum, filsafat konstruktivisme memberikan implikasi yang jauh berbeda dengan pengaruh yang diberikan oleh aliran filsafat-filsafat lainnya.

Konstruktivisme juga mempengaruhi perubahan strategi belajar mengajar yang dilakukan dalam bidang pendidikan. Strategi belajar mengajar merupakan pola umum kegiatan guru dan siswa yang diwujudkan dalam kegiatan belajar mengajar.[3] Dengan demikian, strategi belajar mengajar adalah gambaran mengenai aktivitas yang akan dilakukan oleh guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang sesungguhnya. Sebelum konstruktivisme  berkembang, strategi pembelajaran biasanya berpusat pada guru (teacher center learning). Namun, ketika konstruktivisme berkembang, terjadi perubahan strategi pembelajaran menjadi berpusat pada siswa (student center learning).

Filsafat konstruktivisme meyakini bahwa proses pembentukan pengetahuan merupakan hasil bentukan atau konstruksi siswa itu sendiri. Hal tersebut memberikan implikasi terhadap pemaknaan proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih dipandang sebagai sarana memfasilitasi siswa dalam membentuk pengetahuan yang dimilikinya. Dengan demikian, proses belajar mengajar bukanlah proses transfer ilmu dari guru kepada siswa.

Para penganut filsafat konstruktivisme menganggap pengetahuan bukanlah hal yang tetap. Ilmu pengetahuan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena itu dalam menyusun materi ajar, guru hendaknya memperhatikan kebutuhan siswa dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis siswa tersebut.

Proses belajar mengajar bukanlah proses transfer pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa. Hal ini memberikan pengaruh langsung terhadap proses komunikasi yang dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar. Komunikasi yang terjalin dalam proses belajar mengajar harus dilaksanakan dengan komunikasi banyak arah. Dengan demikian proses komunikasi tidak hanya dari guru kepada siswa, tetapi juga dari siswa kepada guru dan antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya.

Pengaruh nyata yang dipengaruhi oleh perkembangan konstruktivisme dalam pendidikan salah satunya terjadi dalam metode pembelajaran. Pada masa lampau biasanya metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah metode ceramah. Namun seiring perkembangan konstruktivisme dalam pendidikan, metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru juga semakin bervariasi. Para guru yang menerapkan konstruktivisme dalam proses belajar mengajar biasanya menggabungkan antyara metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi, role playing, dan karya wisata.

Konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi individu dari berbagai macam pengetahuan awal yang dimiliki sebelumnya. Dengan demikian konstruktivisme tidak semata-mata berorientasi pada hasil pembelajaran, tetapi juga pada proses pembelajaran. Implikasinya, evaluasi pembelajaran juga harus melibatkan proses pembentukan pengetahuan. Dengan demikian, guru harus membuat rubrik penilaian yang cukup banyak untuk mengukur proses pembentukan pengetahuan siswa.

Dari pembahasan di atas, konstruktivisme memberikan implikasi yang besar dalam bidang pendidikan. Perubahan pemaknaan terhadap pengetahuan yang sebelumnya merupakan hasil transfer ilmu dari para ahli atau guru kepada peserta didik menjadi hasil konstruksi peserta didik sendiri, menyebabkan perlunya sikap aktif siswa dalam proses belajar mengajar. Tanpa didukung oleh keaktifan siswa, proses belajar mengajar menjadi kurang bermakna. Dengan demikian, guru harus bertindak sebagai fasilitator yang membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya.




[1] Dr. Paul Suparno. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. (Yogyakarta: Kanisius, 1997), Hal. 28.
[2] Dr. Paul Suparno. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. (Yogyakarta: Kanisius, 200) Hal. 123.
[3] Drs. J.J. Hasibuan, Dip. Ed. dan Drs. Moedjiono. Proses Belajar Mengajar. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010). Hal. 3.

0 Response to "IMPLIKASI FILSAFAT KONSTRUKTIVISME TERHADAP PROSES BELAJAR MENGAJAR"

Post a Comment