KONSEP PEMIKIRAN ZAMAN RASIONALISME

Penulis: Rakay Sutamayapanna


Perkembangan ilmu pengetahuan selalu memberikan ruang gerak terhadap munculnya inovasi dalam berbagai hal. Dalam dunia filsafat, munculnya Renaisance dipandang oleh banyak kalangan sebagai awal munculnya inovasi dalam dunia filsafat. Bertens (2011:44) menyatakan bahwa tidak mudah untuk menentukan berhentinya abad Pertengahan, namun patokan yang bisa digunakan adalah munculnya Renaisance yang berarti kelahiran kembali.

Pada perkembangan selanjutnya, renaisance menjadi awal munculnya aliran-aliran filsafat modern. Di antara sekian banyak aliran tersebut, salah satunya adalah rasionalisme. Untuk selanjutnya, makalah ini akan membahas mengenai Konsep Pemikiran Zaman Rasionalisme.

Pengertian Rasionalisme
Rasionalisme adalah salah satu paham filsafat yang muncul pada abad modern. Driyarkara (2006: 19) menyatakan bahwa istilah rasionalisme berasal dari kata ratio yang berarti akal budi manusia. Rasionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa sumber pengetahuan satu-satunya yang benar adalah rasio atau akal budi. Lebih lanjut, Driyarkara juga menjelaskan bahwa rasionalisme adalah pendirian dalam cara berpikir yang menjunjung tinggi rasio atau akal sedemikian rupa. Huijbers (1993: 68) menjelaskan bahwa zaman rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad XVII sampai akhir abad XVIII. Istilah rasionalisme menandakan semangat zaman itu mengenai pengutamaan akal budi manusia. Hal ini memberikan dampak bahwa akal menjadi penentu yang mutlak terhadap segala sesuatu.

Para pemegang teguh paham rasionalisme menganggap ilmu pengetahuan adalah segala sesuatu yang selalu dapat diterima dengan akal budi. Oleh karena itu, segala hal yang tidak dapat diterima dengan rasio bukanlah ilmu pengetahuan dan harus ditiadakan. Dengan demikian daat diketahui bahwa rasionalisme sangat mementingkan akal budi dalam menemukan kebenaran.

Konsep Pemikiran Para Tokoh Rasionalisme
Wiramihardja (2009: 74) menyebutkan beberapa nama penting dalam aliran Rasionalisme, di antaranya Descartes. Selain itu, Ahmad (2008: 86) menyatakan dalam lingkungan filsof, para pemikir rasionalis adalah Rene Descartes, Baruch Spinoza, dan Gottfried Leibniz. Dalam hal ini Rene Descartes (1595-1960) dipandang sebagai bapak filsafat modern. Pada prinsipnya, pemikir-pemikir rasional tersebut menuntut kenyataan sejati yang dilandasi pemikiran.

A. Konsep Pemikiran Rene Descartes (1595-1960)
           
Rene Descartes dianggap sebagai bapak filsafat modern karena ia adalah orang pertama pada zaman modern yang membangun filsafat berdasarkan keyakinannya sendir yang didasari pengetahuan akal. Descartes menyatakan bahwa dasar filsafat adalah akal, bukan perasaan, bukan iman, dan bukan ayat suci. Ia memnginginkan filsafat dibebaskan dari dogmasi agama Kristen dan kembali kepada filsafat zaman Yunani yang berdasarkan akal.

Konsep pemikiran Rene Descartes adalah yang terkenal adalah mengenai keterkaitan pikiran dan materi. Wora (2006: 40) menjelaskan bahwa Descartes menyebutkan pikiran sebagai res cogitans, yaitu pengamat yang berpikir, sedangkan materi adalah res extensa, yakni realitas luar yang diamati. Konsep terkenal lainnya dari Rene Descartes adalah Cogito Ergo Sum yang berarti “saya berpikir, maka saya ada.” Dengan demikian Descartes menunjukkan bahwa segala sesuatu itu tidak ada, kecuali kalau dipikirkan. Oleh karenanya, Descartes sangat mengagungkan rasio dan apapun yang tidak dapat dipahami dengan rasional adalah tidak ada.

B. Konsep Pemikiran Spinoza (1632-1677)
Magee (2012: 92) menyatakan bahwa Spinoza adalah seorang polymath atau ahli dalam banyak bidang termasuk bidang matematika. Keseimbangan, perspektif, toleransi adalah dampak sosial dari filsafat Spinoza. Spinoza berpendapat bahwa kebebasan berbicara sama sekali tidak mengganggu ketertiban umum. Hal itu justru diperlukan untuk mewujudkan ketertiban umum.

Dalam makalahnya, Syekhuddin (2009)  menyebutkan bahwa Spinoza dianggap sebagai orang yang tepat untuk mengemukakan pemikiran kaum rasionalisme. Dia menyusun sebuah sistem filsafat yang menyerupai sistem ukur geometri. Karya Spinoza yang berjudul Etika, disusun dengan tata letak seperti buku teks geometri. Setiap pembuktian dimulai dengan berbagai definisi dan aksioma yang sesuai kemudian barulah diikuti dengan argumennya. Pada akhir pembuktian ditulis “QED” (quod erat demonstrandum) yang berarti “yang tadi hendak dibuktikan.”

C. Konsep Pemikiran Leibniz (1646-1716)
Magge (2008: 96) menjelaskan bahwa Leibnis adalah seorang yang luar biasa jenius. Ia mengemukakan konsep energi kinetik. Ia menemukan logika matematika, meskipun dia tidak menerbitkan hasil temuannya itu. Leibniz berpendapat bahwa semua pernyataan yang benar harus mengikuti salah satu dari dua tipe logika, yaitu 1) perlu menelaah fakta-fakta untuk memastikan apakah suatu pernyataan itu benar atau salah, dan 2) tidak perlu menelaah fakta-fakta, dalam arti bahwa pernyataan itu pasti benar atau salah berdasarkan penggunaan unsur-unsur kalimat itu sendiri.

Dengan adanya kedua tipe logika tersebut, maka muncul dua jenis pernyataan. Pernyataan dari hasil tipe logika yang pertama disebut pernyataan sintetis. Sedangkan tipe logika yang kedua menghasilkan penyataan analitis.

Ide lain yang disumbangkan oleh Leibniz dalam filsafat disebut sebagai prinsip alasan yang cukup. Prinsip ini menyebutkan bahwa suatu kasus yang terjadi pasti memiliki alasan yang cukup untuk membuatnya terjadi. Hal ini kemudian memberikan penawaran prinsip metode bagi para periset.

Pengaruh Konsep Rasionalisme terhadap Dunia Pendidikan
Pada pembahasan sub bab terdahulu, telah dikemukakan berbagai macam konsep pemikiran dari para tokoh rasionalisme. Descrates mengemukakan bahwa logika atau  rasio sangat penting, bahkan dipandang sebagai sesuatu yang tertinggi dalam menemukan kebenaran. Spinoza juga mengemukakan pendapatnya bahwa pentingnya kebebasan dalam hal berbicara untuk membentuk suatu ketertiban umum. Demikian pula halnya dengan Leibniz yang berhasil memformulakan dua macam pernyataan, yaitu pernyataan sintetis dan analitis.

Semua hal yang diutarakan oleh para filsuf tersebut tentu memberikan dampak terhadap dunia pendidikan. Ilmu pengetahuan sangat identik dengan penggunaan rasio atau akal budi manusia dalam mengembangkannya. Sains selalu diidentikan dengan rasionalitas. Rasio dalam dunia pendidikan sangat erat hubungannya dengan daya pikir, penalaran, dan akal budi. Jika sesuatu itu dianggap sebagai hal yang tidak masuk akal, cenderung tidak diartikan sebagai ilmu pengetahuan.

Lebih lanjut, kebebasan berbicara misalnya, sangat dibutuhkan untuk perkembangan dunia pendidikan. Sebagai contoh, dunia pendidikan pada masa konvensional menganggap guru sebagai pusat dari sumber belajar. Dengan begitu, guru dianggap sebagai yang maha tahu. Sehingga pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan metode ekpositori. Sedangkan siswa hanya sebagai pendengar saja dan cenderung tidak dapat menyampaikan pendapat pribadinya. Namun dengan adanya buah pemikiran para filsuf tersebut, kebebasan berbicara mulai dihargai dan bahkan menjadi suatu hal yang patut ditumbuhkan di kalangan siswa.

Dunia pendidikan juga sangat erat kaitannya dengan berbagai macam penelitian. Oleh karena itu, buah pemikiran Leibniz memberikan sumbangsih yang besar. Dua tipe logika yang menghasilkan dua tipe pernyataan sangat berkaitan erat dengan penelitian. Pada umumnya, suatu penelitian juga menganalisis sebab-sebab yang memungkinkan terjadinya suatu kasus. Hal ini juga sejalan dengan ide Leibniz tentang prinsip alasan yang cukup.

SIMPULAN
Munculnya renaisance adalah awal perkembangan filsafat modern. Salah satu pemikiran yang timbul setelah renaisance adalah pemikiran rasionalisme. Rasionalisme memiliki corak khusus, yaitu menekankan terhadap pentingnya rasio atau nalar atau akal budi sebagai sumber untuk menemukan kebenaran. Pemikiran ini muncul sebagai bentuk penentangan terhadap dogma agama, khususnya agama Kristen yang hanya menekankan kebenaran pada iman terhadap kitab suci.

Munculnya konsep pemikiran dari tokoh-tokoh rasionalisme memberikan dampak yang sanyat besar terhadap perkembangan pendidikan. Penemuan kebenaran yang juga mengutamakan aspek rasio, yaitu kemampuan daya pikir, nalar, dan akal budi sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan. Demikian pula dengan adanya kebebasan berbicara serta kedua tipe logika yang sangat membantu dalam perkembangan dunia pendidikan dan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Saiyad Fareed. 2008. 5 Tantangan Abadi terhadap Agama dan Jawaban Islam terhadapnya. Bandung: Mizan.

Bertens, K. 2011. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Driyarkara, Pater N. 2006. Karya Lengkap Driyarkara. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Huijbers, Theo. 1993. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Kanisius.

Magee, Bryan. 2008. The Story of Philosophy. Yogyakarta: Kanisius.

 

Wiramihardja, Sutardjo A. 2009. Pengantar Filsafat: Sistematika dan Sejarah Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemologi), Metafisika dan Filsafat Manusia, Aksiologi. Bandung: PT Refika Aditama.

 

Wora, Emanuel. 2006. Perenialisme:Kritik atas Modernisme & Postmodernisme. Yogyakarta: Kanisius.

0 Response to "KONSEP PEMIKIRAN ZAMAN RASIONALISME"

Post a Comment